Pentingnya Suhbah dalam Pendidikan: Teladan dari Para Nabi dan Ulama

Adab seorang santri kepada Guru

فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتٰىهُ اٰتِنَا غَدَاۤءَنَاۖ لَقَدْ لَقِيْنَا مِنْ سَفَرِنَا هٰذَا نَصَبًا ۝٦٢

Ayat ini merupakan kisah Nabi Musa bersama seorang pemuda yang disebut namanya Yusha’, sebagaimana di Tafsir At Thobari. Yusha’ adalah gambaran penting dalam pandangan guru. Seorang guru harus memiliki orang yang bersuhbah (sahabat yang baik) atau mulazamah. Kebanyakan para nabi memiliki seorang suhbah. Misalnya, Nabi Isa dengan “Hawariyyin”nya. Dalam surah An-Naml ayat 40, juga disebutkan bahwa Nabi Sulaiman memiliki murid atau umat yang mampu memindahkan singgasana hanya dengan sekejap mata. Siapa namanya? Yaitu Ashof bin Barkhiya. Sebagai guru, kita harus menjadi contoh yang baik bagi semua murid tanpa terkecuali.

Teladan dari Para Ulama

Contoh yang bisa ditiru dalam kitab “Ta’lim Muta’allim” pada bab “Tahsil”. Di sana ada kisah tentang murid Imam Abu Hanifah, yaitu Sheikh Hassan bin Ziyad. Hassan bin Ziyad mulai belajar Fiqih dengan Imam Abu Hanifah pada usia 80 tahun. Bayangkan, umur 80 tahun baru mulai belajar Fiqih! Selama 40 tahun, Hassan bin Ziyad belajar kepada Imam Abu Hanifah. Menjadi orang yang Faqih tidaklah sembarangan; keilmuannya sudah meresap dalam jiwa. Selama 40 tahun belajar Hassan bin Ziyad tidak pernah tidur di atas kasur. Setelah belajar selama 40 tahun, Hassan bin Ziyad menjadi seorang Mufti selama 40 tahun. Jadi, pada usia 120 tahun, beliau baru menjadi mufti dan meninggal pada usia 160 tahun. Ilmunya sangat bermanfaat.

Termasuk juga murid Abu Hanifah lainnya, yaitu Sheikh Hassan as-Syibani. Sheikh Hassan as-Syibani juga memiliki kebiasaan yang sama. Ketika beliau mengantuk, beliau mengusap matanya dengan air agar rasa kantuknya hilang. Ini adalah contoh yang bisa diikuti oleh kita dan para santri.

Teladan dari Guru Lokal

Di daerah saya, ada Kiai Fauzi Noor yang masyhur keilmuannya bak “Kitab Berjalan”. Ternyata beliau selalu menelaah kitab-kitabnya, dan sebagian santrinya mengetahui bahwa ketika beliau mengantuk, beliau mengusap matanya dengan air.

Pentingnya Suhbah

Kembali ke topik awal, pentingnya suhbah. Sebagai seorang guru, kita perlu ‘menyibghoh’ atau mengkader murid-murid kita. Ini sangat penting, terutama di lingkungan pesantren. Santri bukan saja dari anak biologis kita, melainkan anak ideologis. Kita harus fokus pada hal ini. Ketika kita memiliki banyak santri, semoga mereka bisa meniru gurunya karena mereka membutuhkan teladan atau uswah yang hasanah.

Kisah Inspiratif dari Para Ulama

Contoh lainnya adalah Imam As-Syafi’i, rahmatullahi ‘alaihi. Beliau memiliki murid bernama Sheikh Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi. Awalnya, murid ini tidak begitu cerdas, tetapi dengan bimbingan Imam Syafi’i, ia menjadi sangat pandai. Imam Syafi’i pernah berkata kepada muridnya, “Wahai muridku, seandainya ilmu itu bisa diubah menjadi makanan, aku akan menyuapimu setiap hari.” Ini menunjukkan betapa pentingnya proses belajar, tetapi dengan ketekunan, murid ini akhirnya mencatat makalah-makalah Imam Syafi’i dan membidani lahirnya kitab “Ar-Risalah”.

Begitu juga dengan Imam Ahmad bin Hanbal, yang memiliki anak bernama Abdullah. Abdullah ini sangat cerdas dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan kitab “Musnad” oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Jadi, pentingnya guru menjadi seorang ‘Qudwah’. Nah, itulah pentingnya ‘suhbah’ santri kepada Guru.

Semoga kita bisa sabar di sini dan menjadi teladan bagi para santri PP. eLKISI.

Ahmad Shohibul Muttaqin, Lc., M.Pd
Guru Fiqih di PP. eLKISI

Ustadz Shohibul Muttaqin, Lc., M. Pd., saat mengisi kajian di Brifing pagi bersama seluruh asatidzah ponpes eLKISI