Mojokerto, 9 Oktober 2025 — Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya sukses menggelar Muktamar Ilmu Hadis 2025 dengan tema “Revitalisasi Ilmu Hadis di Era Digital: Antara Otoritas Ulama dan Algoritma Teknologi” pada Selasa, 8 Oktober 2025. Acara bergengsi ini berlangsung di Lantai 9 Gedung Tengku Ismail Yakub dan dihadiri oleh para akademisi, mahasiswa, serta perwakilan pesantren dari berbagai daerah, termasuk Pondok Pesantren eLKISI Mojokerto yang diwakili oleh Nailul Rohmatul Muwafaqoh.
Dalam sambutannya, Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grap.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D., selaku Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, menegaskan bahwa muktamar ini merupakan bagian dari upaya ihya’ ‘ulumuddin—menghidupkan kembali tradisi keilmuan Islam klasik di tengah era digital. “Ilmu hadis adalah jantung peradaban Islam. Di tengah gempuran teknologi, peran ulama dan akademisi sangat penting untuk menjaga kemurnian dan relevansinya,” ujarnya.
Empat narasumber utama hadir dalam forum ini:
- Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. (UIN Sunan Ampel Surabaya)
- Prof. Dr. Saifudin Zuhri Qudsy, S.Th.I., M.A. (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta / Ketua Asosiasi Ilmu Hadis)
- Prof. Dr. Hj. Umma Faridah, Lc., M.A. (UIN Sunan Kudus)
- Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. (Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI)

Dalam pemaparannya, Prof. Idri menekankan bahwa ilmu hadis memiliki posisi yang sangat vital karena berkaitan langsung dengan sumber kedua ajaran Islam setelah Al-Qur’an. “Tanpa pemahaman hadis yang benar, arah keagamaan umat bisa kabur,” tegasnya.
Sementara itu, Prof. Saifudin Zuhri Qudsy mengajak para akademisi dan mahasiswa untuk menjadikan ilmu hadis lebih menarik bagi generasi muda. “Tugas kita adalah memperkenalkan ilmu hadis dengan cara yang relevan dengan dunia digital agar diminati oleh remaja masa kini,” tuturnya.
Senada dengan itu, Prof. Umma Faridah menyoroti fenomena penyebaran potongan hadis di media sosial. Menurutnya, meskipun hal tersebut menunjukkan semangat dakwah, tetap diperlukan penjelasan singkat dan konteks yang benar. “Hadis yang tersebar di media sosial harus disertai penjelasan ilmiah agar tidak disalahpahami secara tekstual,” jelasnya.
Prof. Kamaruddin Amin menutup sesi dengan membagikan pengalamannya dalam mempelajari ilmu hadis di Eropa serta memberikan sudut pandang berbeda dalam meneliti sanad dan matan hadis.
Kehadiran Ponpes eLKISI Mojokerto dalam acara ini menegaskan komitmen pesantren terhadap pengembangan ilmu hadis di era digital. Melalui perwakilannya, Nailul Rohmatul Muwafaqoh, pondok pesantren tersebut turut berpartisipasi aktif dalam diskusi dan memperkuat jejaring keilmuan dengan berbagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Muktamar Ilmu Hadis 2025 menjadi momentum penting dalam mempertemukan otoritas ulama dan kecanggihan teknologi untuk memastikan ajaran hadis tetap hidup, relevan, dan membimbing umat di tengah derasnya arus informasi digital. (NAI)






