Jihad Santri di Masa Pandemi

0
401

Oleh Affandi Dwi Cahyo,
Mahasiswa The eLKISI Institute

Mendengar kata ‘Santri’, yang terlintas di dalam pikiran masyarakat umum adalah seseorang yang mengenakan sarung, peci, dan tinggal di pesanten. Santri juga sering digambarkan sebagai orang yang sangat dekat dengan ilmu agama.

Kecuali yang telah disebut di atas, masih ada gambaran santri yang lain. Apapun, semua gambaran itu akan bermuara kepada sebuah profil: Santri itu tinggal di dalam pesantren yang di sana ada kiai, ada masjid -atau surau-, kelas, dan asrama.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) santri adalah, pertama, orang yang mendalami agama Islam. Kedua, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau orang yang saleh.

***

Kini, di tengah maraknya wabah Covid-19 yang dipicuVirus Corona, mayoritas pesantren di Indonesia meliburkan diri dan santri-santrinya dipulangkan ke tempat asalnya. Hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran wabah. Alasannya, pesantren adalah salah satu lokasi yang memungkinkan terjadinya kerumunan orang. Sementara, wabah akan mudah tertular antarorang yang tak bisa menjaga jarak fisik dengan orang lain. Jarak fisik itu minimal satu meter.

Alasan lain, soal adanya kebijakan lockdown di berbagai daerah. Di antara akibat lockdown adalah pergerakan sosial dari warga masyarakat menjadi terbatas. Jika para santri tak segera dipulangkan, dikhawatirkan nanti akan menyulitkan mereka.  

Dengan latar-belakang pemikiran seperti itu, pimpinan-pimpinan Pondok Pesantren di berbagai daerah memulangkan santri-santrinya. Mereka tetap belajar, tetapi di rumah masing-masing dan dengan tetap di bawah bimbingan guru.  

***

Berada di rumah atau #DiRumahSaja, menjadi salah satu langkah yang dianggap ampuh dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Kini, di saat santri belajar di rumah, mereka tetap bisa mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Mereka bisa menghafalkan Al-Qur’an atau hadits, membaca kitab, dan lain sebagainya. Mereka juga bisa melakukan hal-hal lain yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun untuk orang lain.

Para santri harus tetap menjaga semangat belajar. Sebuah riwayat menyebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR Muslim). Sementara, dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya” (HR Bukhari).

Dari dua hadits di atas, terdapat pelajaran yang bisa diambil: 1. Mencari ilmu itu wajib terutama ilmu dien atau agama, 2. Orang yang mencari ilmu, niscaya Allah mudahkan jalan menuju surga, 3. Seseorang dituntut untuk terus belajar terutama ilmu al-Qur’an, 4. Kalau dirasa ilmu sudah mumpuni, ilmu yang didapat agar diajarkan kepada orang lain. 

Suasana belajar-mengajar bisa diciptakan di sebuah keluarga. Misal, anak bisa belajar kepada orangtuanya. Ambil seluruh ilmu yang ada pada orangtua. Bahkan, pada sosok seorang ibu, ada keistimewaan. Ada sebuah mutiara kata, “Al-ummu madrasatul ulaa” – “Ibu adalah sekolah utama bagi anak-anaknya”. Oleh karena itu, orangtua dituntut agar cerdas, berpengetahuan luas, dan  kaya pengalaman. Untuk apa? Agar orangtua selalu siap ditanya macam-macam hal oleh anaknya termasuk ditanya dengan jenis pertanyaan yang tidak terduga sekalipun.

***

Khusus kepada para santri yang sedang “Belajar di Rumah”, pernah di sebuah kesempatan, Ustadz Bachtiar Natsir memberikan nasihat. Isinya; 1. Kalian semua adalah perpanjangan tangan para Kiai di masyarakat. 2. Kalian semua perwakilan Asatidzah di tengah keluarga. 3. Kalian semua  perwakilan Pesantren untuk bangsa dan negara. 4. Para santri harus menjadi teladan di rumah, di masyarakat, serta di hadapan bangsa dan negara. Bahkan, perlu juga menjadi teladan bagi penduduk dunia. Untuk itu, jaga posisi santri sebagai calon penerus ulama. Alhasil, selamat berjuang wahai para santri. Masa depan ada di pundak kalian. Kalian yang akan meneruskan perjuangan para pendahulu. Tugas kalian saat ini adalah membenahi adab diri sendiri. Jika sudah baik, benahi adab keluarga, dan seterusnya. Belajar dan teruslah belajar karena belajar tak kenal waktu. Sungguh, belajar itu “minnal mahdi ilal lahdi”, dari buaian sampai liang lahat. Inilah jihad para santri, terutama di masa pandemi ini. []