Subuh bukan hanya waktu untuk menunaikan shalat berjamaah, tapi juga menjadi pintu cahaya ilmu. Di Pondok Pesantren eLKISI, ada sebuah tradisi indah yang terus dijaga: menerjemahkan Al-Qur’an dengan bahasa Jawa dalam kajian subuh bersama para santri.
Tradisi Pesantren Jawa yang Turun-Temurun
Tradisi ini bukan hal baru. Sejak ratusan tahun lalu, pesantren-pesantren di Jawa punya kebiasaan unik: Al-Qur’an dibacakan oleh seorang ustadz ayat demi ayat, lalu diterjemahkan kata per kata dengan bahasa Jawa. Bukan terjemah bebas, melainkan terjemah gramatikal — sesuai dengan kedudukan kata dalam ilmu nahwu: mubtada, khabar, fa’il, maf’ul bih, dan seterusnya.
Dengan metode ini, para santri bukan hanya paham makna global, tapi juga belajar struktur kalimat Al-Qur’an, sehingga mereka semakin dekat dengan keindahan bahasa Arabnya.

Bahasa Ibu sebagai Jembatan Ilmu
Bahasa Jawa dipilih bukan karena fanatisme lokal, melainkan karena ia bahasa ibu para santri. Dalam tradisi pesantren, bahasa ibu digunakan agar ilmu lebih cepat meresap ke hati. Kalimat Qur’an yang tinggi, ketika diterjemahkan ke bahasa sehari-hari santri, terasa lebih dekat, lebih akrab, dan lebih mudah dipahami.
Misalnya, ketika ustadz membacakan:
الحمد لله رب العالمين
Ustadz akan menerjemahkan:
Alhamdu = utawi sekabehane pujian (mubtada)
lillahi = iku tetep duweke Allah (jar majrur khabar)
rabbil ‘alamin = kang mengerani sakabehing alam (mudhaf mudhaf ilaih)
Maka para santri bukan hanya mendengar terjemahan, tapi juga belajar tata bahasa Arab secara langsung.
Melanjutkan Warisan Para Ulama
Tradisi ini selalu hidup subur di hampir semua pesantren Jawa. Ustadz di eLKISI melanjutkan jejak itu, seakan menyambung sanad keilmuan yang tidak pernah putus.
Di balik metode ini ada filosofi: bahasa lokal sebagai wasilah, Al-Qur’an tetap sebagai sumber utama. Bahasa hanyalah jembatan, tapi jembatan itu mengantarkan santri pada pemahaman yang lebih kokoh.

Ruh Shubuh yang Menyegarkan
Bayangkan suasana subuh: udara masih dingin, suasana hening, para santri duduk berjejer dengan kitab suci di tangan, mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, lalu diterjemahkan dengan bahasa yang mereka kenal sejak kecil. Hati mereka hangat, akal mereka tercerahkan.
Ini bukan hanya pelajaran bahasa, tapi juga pengalaman ruhani. Karena subuh adalah waktu di mana hati manusia paling jernih menerima nasihat dan ilmu.
Menjaga Tradisi, Menyemai Ilmu
Kajian subuh santri eLKISI dengan tradisi terjemah Jawa adalah bukti bahwa pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi juga menjaga warisan budaya ulama. Tradisi ini adalah jembatan emas antara Al-Qur’an dan hati santri.
Selama tradisi ini dijaga, santri tidak hanya menjadi penghafal dan pembaca Al-Qur’an, tapi juga pewaris warisan intelektual Islam di bumi Jawa. (hd)
#kajiansubuh #kajianba’dasubuh #kajianpesantren #ponpeselkisi #santri #santrielkisi #elkisi #ponpeselkisi #psb #ppdb #pmb #kegiatansantri #pesantrenterbaikdimojokerto #pesantrenterbaikdijawatimur