Oleh : Indana Zulfa
Bag. Pelayanan Ponpes eLKISI
Penyakit yang berbahaya bagi umat Islam, telah disebutkan dalam hadits Musnad Ahmad (10283)
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Telah menceritakan kepada kami Rauh, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Malik dari Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Jauhilah oleh kalian berprasangka buruk, karena sesungguhnya berprasangka buruk adalah seburuk-buruk pembicaraan, jangan saling menaikkan harga untuk menipu pembeli, jangan saling mencari-cari aib, jangan saling bersaing, jangan saling dengki, jangan saling benci dan jangan saling membelakangi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.”
Hadits ini mengandung beberapa pesan moral yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungan antar sesama umat Islam maupun dalam kehidupan sosial secara umum. Berikut penjelasan poin-poin dari hadits tersebut:
- Jauhilah berprasangka buruk: Rasulullah ﷺ mengingatkan umat Islam untuk tidak mudah berprasangka buruk terhadap sesama. Berprasangka buruk dapat menimbulkan konflik dan kebencian tanpa alasan yang jelas, serta bisa merusak hubungan antar individu. Sebaiknya kita selalu berusaha untuk melihat sisi baik orang lain.
- Berprasangka buruk adalah seburuk-buruk pembicaraan: Hal ini menunjukkan bahwa berprasangka buruk bisa lebih merusak daripada perkataan atau gosip yang buruk. Berprasangka buruk bisa menumbuhkan kebencian dan permusuhan tanpa alasan yang jelas, dan ini lebih berbahaya daripada hanya sekedar berbicara buruk.
- Jangan saling menaikkan harga untuk menipu pembeli: Ini adalah larangan terhadap praktik menipu dalam perdagangan. Menaikkan harga secara tidak wajar untuk menipu pembeli termasuk dalam perbuatan yang dilarang dalam Islam. Seharusnya, dalam transaksi jual beli, kita selalu berbuat jujur dan adil.
- Jangan saling mencari-cari aib: Rasulullah ﷺ mengingatkan agar kita tidak saling mencari kesalahan atau aib orang lain. Ini bisa menyebabkan seseorang merasa terhina dan merusak hubungan. Sebaiknya kita fokus pada memperbaiki diri sendiri dan memberikan nasihat yang baik kepada sesama, bukan mencari kekurangan orang lain.
- Jangan saling bersaing: Di sini, yang dimaksudkan adalah persaingan yang tidak sehat, yaitu persaingan yang bisa menimbulkan kebencian atau permusuhan. Sebaliknya, kita diajarkan untuk saling membantu dan mendukung dalam kebaikan, bukan berkompetisi untuk merugikan orang lain.
- Jangan saling dengki: Dengki atau iri hati dapat merusak hubungan antar sesama. Rasulullah ﷺ mengingatkan kita agar tidak merasa cemburu dengan keberhasilan orang lain. Sebaliknya, kita seharusnya merasa bahagia untuk kesuksesan orang lain dan berusaha untuk saling mendoakan kebaikan.
- Jangan saling benci dan membelakangi: Kebencian yang tidak berdasarkan alasan yang jelas bisa menyebabkan keretakan dalam hubungan. Rasulullah ﷺ mengajarkan agar kita selalu berusaha untuk menjaga persaudaraan dan menghindari perasaan benci yang tidak berdasar. Membelakangi berarti memutuskan hubungan tanpa alasan yang jelas, yang bisa merusak keharmonisan dalam masyarakat.
- Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara: Ini adalah ajakan untuk selalu menjaga tali persaudaraan sesama umat Islam. Kita semua adalah hamba-hamba Allah yang sama, dan seharusnya saling mendukung, menolong, dan menjaga hubungan baik satu sama lain.
Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan kita untuk menjaga sikap baik terhadap sesama, berbuat adil, jujur, dan saling menghargai, serta menjauhkan diri dari sifat-sifat negatif seperti iri, dengki, dan kebencian yang dapat merusak hubungan sosial.
Sebagaimana Akhlak Islam yg telah ditanamkan:
{ وَلَا تَسۡتَوِی ٱلۡحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّیِّئَةُۚ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِی هِیَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِی بَیۡنَكَ وَبَیۡنَهُۥ عَدَ ٰوَةࣱ كَأَنَّهُۥ وَلِیٌّ حَمِیمࣱ }
Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. (QS. Fushilat : 34)
Surat Fushilat ayat 34 mengajarkan kita untuk membalas keburukan dengan kebaikan. Allah SWT menyatakan bahwa kebaikan dan kejahatan tidak dapat disamakan, dan kita dianjurkan untuk menanggapi keburukan dengan cara yang lebih baik. Dengan sikap sabar dan penuh kasih sayang, kita dapat meredakan permusuhan dan bahkan mengubah musuh menjadi teman yang setia. Ayat ini menekankan pentingnya mengutamakan akhlak yang baik dalam menghadapi konflik dan menciptakan perdamaian.
Keutamaan Menjaga Iman dan Bahaya Menghalangi Jalan Allah
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكَفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِندَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَن يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَـٰلِدُونَ
Terjemahan: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang bulan Haram, berperang padanya. Katakanlah: ‘Perang pada bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi jalan Allah, kafir kepada-Nya, dan menghalangi orang-orang dari Masjidil Haram serta mengusir penduduknya darinya, adalah lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan.’ Mereka tidak akan berhenti memerangi kalian sampai mereka dapat memalingkan kalian dari agama kalian, jika mereka mampu. Dan barang siapa yang murtad dari agamanya, kemudian ia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah : 217)
Penjelasan:
Ayat ini turun dalam konteks mempertanyakan hukum berperang dalam bulan haram. Dalam Islam, bulan-bulan haram adalah bulan yang disucikan, di mana perang biasanya dilarang. Namun, orang-orang musyrik pada masa itu menganggap bahwa perang pada bulan haram hanya dilarang dalam kondisi tertentu, dan mereka bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ mengenai hal tersebut.
Allah SWT menjelaskan bahwa meskipun berperang di bulan haram itu adalah dosa besar, tindakan yang lebih besar adalah menghalangi orang dari jalan Allah, kafir kepada-Nya, menghalangi ibadah di Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sana. Ini menunjukkan bahwa fitnah (perbuatan yang menghalangi orang dari agama Allah) lebih besar dosanya daripada pembunuhan.
Selain itu, ayat ini juga memperingatkan bahwa musuh akan terus berusaha memerangi umat Islam dan mencoba menggoyahkan keimanan mereka, bahkan hingga mereka murtad dari agama Islam, jika mereka mampu. Mereka yang murtad dan mati dalam keadaan kafir akan kehilangan amalannya di dunia dan akhirat dan akan menjadi penghuni neraka.
Secara keseluruhan, ayat ini menekankan pentingnya menjaga iman dan kesetiaan terhadap agama Islam serta menunjukkan bahwa dosa besar bukan hanya berperang, tetapi juga tindakan-tindakan yang menghalangi orang dari beribadah dan mengikuti jalan Allah.
Merubah Tatanan Masyarakat dengan Al-Qur’an
Tatanan masyarakat dapat berubah melalui penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an, yang mencakup prinsip-prinsip keadilan, persaudaraan, kesetaraan, serta larangan terhadap perbuatan buruk seperti korupsi, penindasan, dan kekerasan. Al-Qur’an memberikan pedoman hidup yang dapat membentuk karakter individu serta menciptakan masyarakat yang adil dan harmonis. Dengan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur’an, kita dapat memperbaiki tatanan sosial, menciptakan kesejahteraan bersama, dan menjaga hubungan yang baik antara sesama umat manusia.
Ciri Orang yang Bertakwa
Dalam Surat Adh-Dhariyat ayat 17-18, Allah SWT menyebutkan sifat orang yang bertakwa sebagai berikut:
Teks Ayat: 17. “Mereka sedikit sekali tidur di malam hari.” 18. “Dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.”
Penjelasan: Pada ayat ini, Allah SWT menggambarkan ciri orang-orang yang bertakwa, salah satunya adalah sedikit tidur di malam hari. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk tidur berlebihan, tetapi memanfaatkan malam untuk beribadah kepada Allah, seperti shalat malam (qiyamul lail) dan berdoa.
- Ibadah Malam: Orang yang bertakwa memanfaatkan waktu malam untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka tidak hanya tidur, tetapi lebih banyak menghabiskan waktu untuk ibadah, merenung, dan memohon ampunan kepada Allah.
- Kesungguhan dalam Beribadah: Dengan tidur yang sedikit, mereka menunjukkan kesungguhan dan komitmen dalam meningkatkan kualitas ibadah mereka. Ini menunjukkan keutamaan ibadah malam, yang memiliki nilai tinggi di hadapan Allah.
- Memohon Ampunan: Selain beribadah, mereka juga memohon ampunan Allah pada akhir malam. Ini menggambarkan bahwa orang yang bertakwa selalu menyadari kelemahan dan kekurangan diri, serta senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri melalui doa dan taubat.
Secara keseluruhan, ciri orang yang bertakwa menurut ayat ini adalah menggunakan malam untuk beribadah, sedikit tidur, serta memohon ampunan kepada Allah. Hal ini menunjukkan kedalaman ketakwaan mereka dalam menjalani kehidupan, dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah di setiap kesempatan.
Membangun peradaban yang baik
Dimulai dengan proses tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa, yang melibatkan usaha untuk membersihkan hati dan pikiran dari sifat-sifat buruk. Individu yang menjalani proses ini akan lebih mampu mengendalikan nafsu dan hawa perasaan negatif seperti iri, sombong, dan dendam. Dengan hati yang bersih, seseorang akan lebih mudah berperilaku baik terhadap sesama, menciptakan lingkungan yang penuh kedamaian dan keadilan, yang merupakan dasar penting dalam peradaban yang maju.
Selain itu, konsep dzikir yang kuat memainkan peran penting dalam membangun ketakwaan individu. Dzikir bukan hanya sekedar lisan, tetapi juga melibatkan kesadaran hati yang terus-menerus mengingat Allah dalam setiap tindakan dan keputusan. Dengan berdzikir, seseorang akan merasa lebih dekat dengan Allah, memperkuat hubungan spiritual, dan selalu mengingat tujuan hidup yang mulia. Dzikir ini memberi ketenangan hati dan bimbingan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sekaligus menjauhkan dari godaan dan perbuatan yang merusak peradaban.
Terakhir, sholat yang berkualitas adalah tiang utama dalam membangun peradaban yang sejahtera. Sholat yang dilakukan dengan khusyuk dan penuh kesadaran akan membentuk pribadi yang disiplin, sabar, dan bertanggung jawab. Selain itu, sholat berjamaah mengajarkan nilai persaudaraan dan kesetaraan, yang menjadi landasan bagi masyarakat yang harmonis. Dengan meningkatkan kualitas sholat, baik secara individu maupun berjamaah, umat Islam dapat menciptakan lingkungan yang saling mendukung, adil, dan penuh kasih sayang, yang sangat dibutuhkan dalam membangun peradaban yang lebih baik.
* Catatan Briefing Pagi bersama Kiai Fathur Rohman – Renungan Ramadhan Hari ke-6 *