Home Blog Page 3

Syukur: Kunci Nikmat dan Keselamatan

Oleh: Indana Zulfa, S.Pd
Mahasiswa Pasca Sarjana Elit (eLKISI Institut)

Dalam kehidupan ini, manusia sering kali terlena oleh rutinitas, mengejar dunia, hingga lupa bahwa segala yang dimilikinya adalah karunia dari Allah SWT. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup telah mengingatkan pentingnya syukur dan bahaya kufur (mengingkari nikmat), sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat yang secara langsung menegur dan membimbing manusia agar lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap nikmat yang diterimanya.

Peringatan dari Surat Al-A’raf: 10

Allah berfirman:

وَلَقَدۡ مَكَّنَّـٰكُمۡ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَجَعَلۡنَا لَكُمۡ فِیهَا مَعَـٰیِشَۗ قَلِیلࣰا مَّا تَشۡكُرُونَ

“Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.”
(QS. Al-A’raf: 10)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah-lah yang menempatkan manusia di bumi dan menyediakan berbagai macam sumber penghidupan untuk mendukung kehidupan mereka—seperti air, udara, makanan, serta kekayaan alam lainnya. Ini adalah bentuk nyata kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Namun, manusia sering kali lalai. Alih-alih bersyukur, mereka justru menyia-nyiakan nikmat tersebut, menggunakan untuk maksiat atau bahkan mengingkari keberadaan dan peran Allah dalam kehidupan mereka. Ayat ini menjadi panggilan untuk menghidupkan kembali rasa syukur sebagai bentuk kesadaran akan tanggung jawab atas nikmat yang telah diberikan.

Allah Tidak Membutuhkan Syukur, Tapi Mencintainya – QS. Az-Zumar: 7

إِن تَكۡفُرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِیٌّ عَنكُمۡۖ وَلَا یَرۡضَىٰ لِعِبَادِهِ ٱلۡكُفۡرَۖ وَإِن تَشۡكُرُوا۟ یَرۡضَهُ لَكُمۡۗ

“Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu dan Dia tidak meridhai kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, Dia meridhai syukurmu itu…”
(QS. Az-Zumar: 7)

Ayat ini menekankan bahwa Allah tidak membutuhkan syukur dari manusia. Allah Maha Kaya, tidak memerlukan apa pun dari ciptaan-Nya. Namun, Allah tetap mencintai dan meridhai hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Sebaliknya, Allah membenci kekufuran. Ini menunjukkan bahwa bersyukur bukan untuk Allah, tetapi untuk kebaikan diri manusia sendiri. Ayat ini juga menegaskan prinsip keadilan: setiap orang bertanggung jawab atas amal perbuatannya masing-masing, tidak ada yang bisa menanggung dosa orang lain.

Janji Tambahan Nikmat bagi Orang yang Bersyukur – QS. Ibrahim: 7

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَىِٕن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِیدَنَّكُمۡۖ وَلَىِٕن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِی لَشَدِیدࣱ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.’”
(QS. Ibrahim: 7)

Ayat ini merupakan bentuk motivasi dan peringatan. Allah menjanjikan bahwa syukur akan membawa tambahan nikmat. Tambahan ini bisa berupa kenikmatan lahiriah seperti rezeki, kesehatan, dan kebahagiaan, maupun kenikmatan batiniah berupa ketenangan, keberkahan, dan keimanan yang kokoh. Sebaliknya, jika seseorang kufur terhadap nikmat, menggunakannya untuk hal yang tidak diridhai Allah, maka azab Allah sangat pedih. Ini merupakan peringatan tegas bagi siapa pun yang lalai atau tak mau mengakui nikmat yang telah ia terima.

Syukur: Jalan Kebaikan Dunia dan Akhirat!

Ketiga ayat ini saling melengkapi. Allah menunjukkan bahwa bersyukur bukan hanya dianjurkan, tetapi menjadi jalan untuk kebaikan dunia dan akhirat. Syukur yang sejati bukan hanya ucapan “Alhamdulillah,” tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata: menggunakan nikmat untuk kebaikan, ibadah, dan memberi manfaat kepada sesama. Dengan syukur, manusia tidak hanya menjaga nikmat yang ada, tetapi juga membuka pintu tambahan nikmat dan perlindungan dari azab Allah.

Syukur sebagai Wujud Kesadaran
Syukur bukan sekadar ekspresi, melainkan bentuk kesadaran spiritual dan etika dalam menyikapi karunia Allah. Melalui syukur, manusia memperkuat hubungannya dengan Sang Pencipta, menjaga amanah-Nya di muka bumi, dan memastikan arah hidup yang lebih berkah. Maka dari itu, marilah kita perbanyak rasa syukur dalam hati, lisan, dan perbuatan sebagai bentuk penghargaan terhadap segala nikmat yang Allah limpahkan.

Materi Briefing Pagi Bersama Ustadzah Rohmatin, M.Pd
Ponpes eLKISI

Kolam Renang Putra dan Putri, Salah Satu Fasilitas Unggulan di Ponpes eLKISI

0

Ponpes eLKISI, 8 April 2025 – Pondok Pesantren Islamic Center eLKISI Mojokerto terus berinovasi dalam memberikan fasilitas terbaik bagi para santrinya. Salah satu fasilitas yang menjadi unggulan adalah kolam renang yang disediakan terpisah untuk putra dan putri.

Fasilitas ini tidak hanya mendukung pembelajaran fisik, tetapi juga meningkatkan kualitas kesehatan dan kebugaran para santri. Dengan ukuran yang cukup luas, kolam renang ini dapat digunakan untuk berbagai kegiatan, seperti latihan renang dan olahraga air.

Keceriaan Santri KB-TK eLKISI Berenang di Kolam Putri Ponpes eLKISI Mojokerto

Kepala Kepesantrenan Ponpes eLKISI, Ustadzah Suciati, M.Pd menjelaskan bahwa keberadaan kolam renang ini merupakan bagian dari visi pesantren untuk menciptakan lingkungan yang mendukung keseimbangan antara ilmu agama dan fisik.

“Kami ingin memberikan pengalaman belajar yang holistik, yang tidak hanya melibatkan aspek spiritual dan intelektual, tetapi juga fisik dan emosional,” ujar Ustadzah Suci.

Kolam Renang untuk Santri Putra Pondok Pesantren Islamic Center eLKISI Mojokerto

Santri putra dan putri bisa menggunakan kolam renang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Setiap sesi latihan diawasi oleh pelatih yang berpengalaman untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan para santri.

Dengan adanya fasilitas kolam renang ini, Ponpes eLKISI semakin menunjukkan komitmennya dalam menyediakan fasilitas yang mendukung dan perkembangan diri. [jo]

Membangun Masyarakat Berjiwa Ta’awwun

Oleh: Dr. KH. Fathur Rohman, M.Pd.I
(Pengasuh Ponpes eLKISI Mojokerto)

Pendahuluan

Ta’awwun, yang berasal dari bahasa Arab yang berarti tolong-menolong atau bekerja sama, merupakan nilai luhur yang diajarkan dalam ajaran Islam. Membangun masyarakat yang berjiwa ta’awwun adalah salah satu cara untuk menciptakan kehidupan yang harmonis, penuh kasih sayang, dan saling membantu dalam menghadapi berbagai tantangan. Nilai ini tidak hanya penting dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam konteks sosial yang lebih luas. Dalam makalah ini, kita akan membahas pentingnya ta’awwun dalam masyarakat serta dalil-dalil yang mendasari ajaran ini.

Pentingnya Ta’awwun dalam Masyarakat

Masyarakat yang berjiwa ta’awwun akan saling mendukung, bekerja sama, dan mengutamakan kepentingan bersama. Salah satu hasil positif dari adanya ta’awwun adalah terciptanya suasana sosial yang lebih damai, penuh kebersamaan, dan rasa empati terhadap sesama. Dalam masyarakat yang berjiwa ta’awwun, setiap individu tidak merasa sendirian dalam menghadapi kesulitan, karena adanya kerjasama yang terjalin antarwarga.

Selain itu, ta’awwun juga dapat memperkuat ikatan sosial antaranggota masyarakat. Ketika setiap individu merasa memiliki peran dalam kesejahteraan orang lain, hal ini akan meningkatkan rasa persaudaraan dan memperkokoh rasa solidaritas dalam masyarakat. Ta’awwun dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik itu dalam bentuk bantuan materiil, dukungan moral, atau bahkan doa bagi kebaikan orang lain.

Dalil-dalil yang terkait dengan ta’awwun

Islam menekankan pentingnya tolong-menolong antar sesama. Salah satu dalil yang mendasari nilai ta’awwun dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan Hadis.

Al Qur’an

Dalam surat Al-Ma’idah ayat 2, Allah berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّـهَ إِنَّ اللَّـهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras siksaan-Nya.”
(QS. Al-Ma’idah: 2)

Ayat ini secara tegas mengajak umat Islam untuk saling membantu dalam hal-hal yang baik dan bermanfaat. Ta’awwun dalam kebaikan adalah salah satu landasan untuk membangun masyarakat yang harmonis dan berkeadilan.

Hadits

Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya tolong-menolong dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu hadis yang mendasari ta’awwun adalah sebagai berikut:

مَن لا يُؤثِر الناس فَليسَ منا

“Barangsiapa yang tidak mengutamakan orang lain, maka dia bukan termasuk golongan kami.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa sikap tolong-menolong dan mengutamakan kepentingan orang lain adalah bagian dari ajaran Islam yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penutup

Membangun masyarakat berjiwa ta’awwun adalah langkah penting untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Nilai ta’awwun mengajarkan kita untuk saling membantu, bekerja sama dalam kebaikan, dan menjaga solidaritas sosial. Dalam menghadapi tantangan kehidupan, kerjasama antarindividu dan antarwarga masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan mengamalkan nilai ta’awwun, kita dapat mewujudkan masyarakat yang lebih harmonis, penuh kasih sayang, dan memiliki rasa persaudaraan yang tinggi.

Pondok, Rumah Pertama Para Penjaga Ilmu dan Adab

0

Pondok bukan sekadar tempat belajar, apalagi cuma tempat tinggal.
Bagi santri, pondok adalah rumah pertama—tempat jiwa dibentuk, adab ditanamkan, dan ilmu dicurahkan seperti hujan yang menyuburkan jiwa.

Di balik lantunan Qur’an dan hadits,
di balik suara kentongan sahur dan tadarus malam,
ada perjuangan sunyi yang kadang tak tampak.
Namun justru di sanalah letak kemuliaannya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“حُجِبَتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ”

“Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Dan pondok, dengan segala tantangan dan pengorbanannya,
adalah bagian dari jalan menuju surga itu.
Menahan rindu, melepas kenyamanan,
belajar bangkit ketika jatuh, dan terus melangkah meski lelah.
Semua itu bukan beban, tapi bentuk latihan jiwa agar lebih kuat dan tangguh.

Santri bukan hanya menghafal Qur’an, tapi juga menyelami tata bahasanya.
Bukan hanya menghafal hadits, tapi memahami maknanya.
Belajar fiqih agar bisa mengamalkannya,
belajar aqidah agar tertanam iman dan terbentuk kepribadian yang kokoh.

Namun semua ilmu itu akan kosong tanpa adab.
Maka, santri dididik untuk mengutamakan adab kepada Allah dan Rasul-Nya.
Menjaga adab kepada guru, karena mereka adalah pewaris ilmu kenabian.
Berbakti kepada orang tua, karena ridha Allah ada pada ridha mereka.
Dan beretika dalam kehidupan sosial—santun dalam bicara, tenang dalam bersikap, dan hormat dalam pergaulan.

Soal biaya? Tak sedikit yang mengira mondok itu mahal. Padahal jika dihitung, tak jauh beda dengan biaya hidup di rumah.
Di pondok, biaya sudah mencakup kebutuhan harian: makan, tempat tinggal, pendidikan diniyah dan umum.
Semuanya dibalut dalam sistem pendidikan yang tak hanya menyiapkan ijazah, tapi juga membentuk karakter dan keimanan.

Jadi santri memang penuh tantangan.
Tapi percayalah, kamu sedang menempuh jalan para ulama dan orang-orang mulia.
Jangan biarkan rasa malas, putus asa, atau keluh kesah mendikte langkahmu.
Gantikan semua itu dengan tekad, syukur, dan keikhlasan.
Karena kamu tidak sekadar menuntut ilmu—
kamu sedang menempuh jalan menuju ridha dan surga-Nya.

Selamat datang kembali, anak-anakku di Pondok Pesantren Islamic Center eLKISI. Semoga kalian menjadi generasi penjaga adab dan ilmu.

Berbagi Saat Lebaran

Berbagai cara dilakukan oleh kaum muslimin untuk menunjukkan sifat kepeduliannya (empati) kepada saudaranya.

Para ustadz di eLKISI-pun tak mau kalah dalam perkara kebaikan.

Di saat para santri libur, para ustadznya baru libur H-3 Idul Fitri. Itupun setiap hari mereka harus berbagi tugas untuk mengurus pesantren (kebersihan, dan lain-lain) selama dua puluh empat jam dari pagi sampai pagi.

Di saat orang lain pergi silaturrahim dan ngelencer ke mana-mana, mereka harus menjaga pondoknya. “Kalau bukan kita yang berbagi tugas selama liburan, terus mengharapkan siapa?” Kata Fathur Rohman, pengasuh Ponpes eLKISI.

“Para santri dan ustadz harus merasa memiliki akan pondoknya agar amanah jamaah ini bisa ditunaikan dengan baik.” Tambah beliau. (man)

Kambing: Harta Kekayaan yang Berkah Menurut Islam

Oleh: Dr. KH. Fathur Rohman, M.Pd.I (Pengasuh Ponpes eLKISI Mojokerto)

Muqaddimah

Dalam Islam, kambing memiliki kedudukan istimewa sebagai hewan ternak yang penuh berkah. Sejak zaman Nabi, kambing menjadi sumber penghidupan, makanan, dan simbol keberkahan. Banyak hadis dan ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa memiliki dan memelihara kambing dapat membawa keberkahan dalam kehidupan seorang Muslim.

Keutamaan Kambing dalam Islam

1. Kambing sebagai Hewan yang Diberkahi

Rasulullah ﷺ bersabda:

اِتَّخِذُوا الْغَنَمَ، فَإِنَّ فِيهَا بَرَكَةً

“Peliharalah oleh kalian kambing, karena padanya terdapat berkah.”
(HR. Ahmad No. 15094 dan Ibnu Majah No. 4127, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ No. 2941)

Hadis ini menunjukkan bahwa kambing bukan sekadar hewan ternak, tetapi juga sumber keberkahan bagi pemiliknya. Keberkahan itu bisa datang dari manfaat daging, susu, dan bahkan kesederhanaan hidup yang diajarkannya.

2. Nabi dan Para Rasul Memelihara Kambing

Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا رَعَى الْغَنَمَ
قَالُوا: وَأَنْتَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ

“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan dia pernah menggembalakan kambing.”

Para sahabat bertanya, “Apakah engkau juga, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, aku dulu menggembalakan kambing milik penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath.”
(HR. Bukhari No. 2143)

Hadis ini menunjukkan bahwa menggembalakan kambing bukan hanya pekerjaan biasa, tetapi juga sarana pembelajaran bagi para nabi dalam membangun kesabaran, ketekunan, dan kepemimpinan.

3. Kambing sebagai Hewan Kurban dan Aqiqah

Dalam Islam, kambing menjadi salah satu hewan yang disyariatkan untuk ibadah kurban dan aqiqah. Allah SWT berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka shalatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban.”
(QS. Al-Kautsar: 2)

Selain itu, Rasulullah ﷺ bersabda tentang aqiqah:

مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ، فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا، وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى

“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka sembelihlah hewan (kambing) untuknya dan hilangkan gangguan darinya (cukur rambutnya).”
(HR. Bukhari No. 5472 dan Muslim No. 2149)

Penyembelihan kambing dalam ibadah ini menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah dan berbagi rezeki dengan sesama.

Kambing dan Nilai Ekonomi dalam Islam

Selain sebagai hewan yang penuh berkah, kambing juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Daging, susu, kulit, dan kotorannya memiliki manfaat besar bagi kehidupan manusia. Islam menganjurkan umatnya untuk memiliki sumber penghidupan yang halal dan bermanfaat, termasuk dalam beternak kambing.

Rasulullah ﷺ bersabda:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَكُونُ خَيْرُ مَالِ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ غَنَمًا يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ، وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ، يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الْفِتَنِ

“Akan datang suatu masa ketika sebaik-baik harta seorang Muslim adalah kambing yang digembalakannya di puncak gunung atau di lembah yang mendapatkan air hujan, karena ia lari membawa agamanya dari fitnah (kerusakan).”
(HR. Bukhari No. 19)

Hadis ini menunjukkan bahwa memiliki ternak seperti kambing adalah bentuk usaha yang baik dan dianjurkan dalam Islam.

Penutup
Kambing bukan hanya sekadar hewan ternak, tetapi juga simbol keberkahan dalam Islam. Nabi Muhammad ﷺ dan para nabi sebelumnya pernah menggembalakan kambing, dan Islam mensyariatkan penggunaannya dalam ibadah kurban dan aqiqah. Selain itu, beternak kambing juga merupakan sumber penghidupan yang halal dan dianjurkan. Oleh karena itu, umat Islam seharusnya tidak meremehkan nilai keberkahan dan manfaat dari memelihara kambing.

Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang bagaimana Islam memandang kambing sebagai harta kekayaan yang penuh berkah.

Wallahu a’lam bish-shawab.


JANGAN LENGAH!

Oleh: Dr. KH. Fathur Rohman, M.Pd.I (Pengasuh Ponpes eLKISI Mojokerto)

Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

“Jangan Lengah!”. Kehidupan dunia penuh dengan ujian dan godaan yang dapat membuat kita lalai dari tujuan utama kita sebagai hamba Allah. Lengah dalam beribadah, lengah dalam menjaga akhlak, dan lengah dalam mempersiapkan kehidupan akhirat adalah bahaya besar yang harus kita hindari.

1. Bahaya Kelengahan dalam Iman

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(QS. Al-Hasyr: 19)

Ayat ini menjadi peringatan bahwa kelalaian dalam mengingat Allah akan membuat kita kehilangan arah dalam hidup.

Banyak orang yang terlalu sibuk dengan dunia, sehingga lupa akan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah.

2. Lengah dalam Beribadah

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Bersegeralah melakukan amal saleh sebelum datangnya fitnah seperti potongan-potongan malam yang gelap.”
(HR. Muslim)

Betapa banyak dari kita yang menunda-nunda shalat, mengabaikan Al-Qur’an, atau kurang peduli dengan sedekah. Padahal, tidak ada yang tahu kapan ajal akan menjemput. Jangan sampai kita menyesal di akhir hayat karena telah lengah dalam menjalankan kewajiban sebagai seorang Muslim.

3. Lengah dalam Menjaga Akhlak

Kelengahan juga bisa terjadi dalam menjaga akhlak. Pergaulan, media sosial, dan lingkungan sering kali membuat kita terlena hingga tanpa sadar kita terjerumus dalam ghibah, fitnah, atau perbuatan maksiat. Nabi ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya orang yang paling baik Islamnya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad)

Jangan sampai kelengahan membuat kita jauh dari akhlak yang diajarkan Rasulullah ﷺ.

4. Lengah dalam Mempersiapkan Akhirat

Allah SWT mengingatkan dalam Al-Qur’an:

“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Al-Hadid: 20)

Banyak manusia yang terlalu fokus mengejar dunia hingga lupa menyiapkan bekal untuk akhirat. Ingatlah, harta, jabatan, dan popularitas tidak akan berarti jika kita tidak memiliki amal kebaikan yang cukup untuk menghadapi kehidupan setelah mati.

Sebagai penutup, saya ingatkan kembali, janganlah kita menjadi orang yang lengah. Jangan lengah dalam iman, dalam ibadah, dalam menjaga akhlak, dan dalam mempersiapkan kehidupan akhirat. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita agar tetap berada di jalan yang lurus.

Marilah kita berdoa kepada Allah agar diberikan hati yang selalu mengingat-Nya dan dijauhkan dari kelalaian yang dapat merugikan kita di dunia dan akhirat.

“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan hati kami lalai dari mengingat-Mu, bimbinglah kami menuju jalan yang Engkau ridhai, dan jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang istiqamah dalam ketaatan.”

Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.

Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menjadi pengingat bagi kita semua.

Khutbah Idul Fitri 1446 H, Mencetak Generasi yang Fitrah

Oleh : Dr. KH. Fathur Rohman, M.Pd.I (Direktur/Pengasuh Ponpes eLKISI Mojokerto)

Khutbah Pertama

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, laa ilaaha illallah, Allahu Akbar wa lillahil hamd.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hari ini kita merayakan Idul Fitri, hari kemenangan setelah sebulan penuh kita melatih diri melalui ibadah puasa. Hari ini juga adalah momen kembalinya kita kepada fitrah, kesucian, dan kemurnian jiwa sebagaimana bayi yang baru dilahirkan.

Idul Fitri bukan sekadar hari raya, tetapi juga momentum untuk membangun generasi yang fitrah—generasi yang memiliki keimanan kuat, akhlak mulia, dan keteguhan dalam menjalankan Islam. Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini mengajarkan bahwa setiap anak memiliki potensi kebaikan dan kesucian sejak lahir. Namun, lingkungan dan pendidikan yang akan menentukan apakah ia tetap berada dalam fitrah Islam atau menyimpang dari jalan yang benar.

Maka, sebagai orang tua, pendidik, dan masyarakat, kita memiliki tanggung jawab besar dalam mencetak generasi yang tetap berada di atas fitrah. Bagaimana caranya?

  1. Menanamkan Tauhid Sejak Dini
    Anak-anak harus dididik dengan nilai-nilai tauhid, mengenalkan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah, serta membangun kecintaan kepada Rasulullah SAW.
  2. Memberikan Teladan yang Baik
    Anak-anak lebih banyak belajar dari perilaku kita dibandingkan sekadar nasihat. Jika kita ingin generasi yang jujur, maka kita harus jujur. Jika ingin mereka shalat, kita harus mencontohkan shalat tepat waktu.
  3. Membiasakan Ibadah Sejak Kecil
    Ajarkan anak-anak untuk mencintai shalat, membaca Al-Qur’an, dan menjalankan kewajiban agama dengan penuh kesadaran, bukan karena paksaan.
  4. Mendidik dengan Kasih Sayang
    Rasulullah SAW adalah suri teladan dalam mendidik dengan kelembutan. Generasi yang fitrah tidak lahir dari kekerasan, tetapi dari cinta dan kasih sayang.

Ma’asyiral Muslimin,

Hari ini adalah hari kita kembali kepada fitrah. Mari jadikan hari ini sebagai awal komitmen untuk membimbing anak-anak kita agar tetap berada di atas fitrah Islam. Jika kita berhasil, maka kita telah berkontribusi dalam membangun generasi yang kuat iman dan akhlaknya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd.

Khutbah Kedua

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, laa ilaaha illallah, Allahu Akbar wa lillahil hamd.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Di hari yang suci ini, marilah kita memperbanyak istighfar dan doa, semoga Allah menerima amal ibadah kita selama Ramadan dan mengampuni segala dosa kita.

Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang selalu istiqamah dalam keimanan. Bimbinglah anak-anak kami agar tetap berada di atas fitrah Islam. Anugerahkan kepada mereka akhlak yang mulia, ilmu yang bermanfaat, dan hati yang taat kepada-Mu.

Ya Allah, berkahilah negeri kami dengan generasi yang beriman dan bertakwa, yang akan menjadi pemimpin masa depan yang adil dan amanah.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd.

Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum.* Semoga Allah menerima amal kita semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Geprek! Anti Galau, “Resep Rahasia” Hidup Enjoy

0

Resensi Buku:
Judul: Geprek! Anti Galau, “Resep Rahasia” Hidup Enjoy
Penulis: Cak Muhid
Jumlah Halaman: xii + 110
Penerbit: eLKISI
Tahun Terbit: 2025

Sinopsis

Buku ini hadir sebagai panduan bagi generasi Z dan milenial yang sering terjebak dalam kegalauan, baik karena urusan cinta, karier, media sosial, maupun pencarian makna hidup. Menggunakan bahasa yang ringan, asik, dan relatable, buku ini mengajak pembaca untuk memahami konsep tawakkal—percaya dan berserah kepada Tuhan setelah berusaha maksimal.

Dibumbui dengan kisah inspiratif, analogi kekinian, serta pembahasan seputar mindset, buku ini menyoroti berbagai aspek kehidupan yang sering menjadi sumber keresahan. Dari dilema antara cinta dan uang, ketergantungan terhadap media sosial, hingga tekanan hidup di era hustle culture—semuanya dibahas dengan gaya santai tetapi tetap berbobot.

Keunggulan Buku

✅ Bahasa gaul & santai: Nggak terasa kayak baca buku motivasi berat, tapi tetap insightful.
✅ Relevan dengan realita Gen Z: Bahas topik yang relatable, seperti toxic relationship, social media cleanse, dan skill vs passion.
✅ Penuh refleksi & solusi: Nggak cuma curhat, tapi juga kasih cara buat keluar dari kegalauan.
✅ Inspiratif & aplikatif: Bukan sekadar teori, tapi bisa langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kelebihan & Kekurangan

  • Cocok buat yang butuh motivasi tanpa merasa digurui.
  • Banyak contoh konkret yang dekat dengan keseharian.
  • Gaya penyampaian fresh dan modern.
  • Mungkin kurang cocok buat yang lebih suka bacaan filosofis mendalam.

Kesimpulan

Geprek Anti Galau adalah bacaan wajib buat kamu yang sering overthinking, ngerasa stuck, atau pengen upgrade mindset tanpa harus ribet. Dengan pendekatan yang fun dan relatable, buku ini bisa jadi teman refleksi sekaligus panduan buat tetap waras di tengah dunia yang makin kompleks.

Buku ini recommended buat:
✔️ Gen Z & milenial yang pengen hidup lebih mindful
✔️ Orang yang sering overthinking atau galau akut
✔️ Siapa pun yang mau belajar konsep tawakkal dengan cara yang asik

MANUSIA TERLAHIR DALAM KEADAAN FITRAH

Oleh : Dr. KH. Fathur Rohman, M.Pd.I
Pengasuh Ponpes eLKISI Mojokerto

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah. Kemudian, kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari No. 1358, Muslim No. 2658)

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim memiliki makna mendalam tentang fitrah manusia. Berikut adalah penjelasan para ulama mengenai hadis di atas:

Kata “fitrah” dalam hadis ini memiliki beberapa tafsiran yang dikemukakan oleh para ulama:

a. Imam An-Nawawi
Dalam Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa fitrah dalam hadis ini berarti Islam. Artinya, setiap manusia dilahirkan dengan potensi untuk mengenal Allah dan menerima kebenaran Islam, tetapi pengaruh lingkungan, terutama orang tua, dapat mengubah keyakinannya.

b. Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu’ Al-Fatawa menjelaskan bahwa fitrah adalah kecenderungan alami manusia untuk menerima kebenaran. Manusia pada dasarnya memiliki naluri untuk mengenal dan menyembah Allah, tetapi lingkungan dan pendidikan dapat mempengaruhi keyakinannya.

c. Ibnu Katsir
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa hadis ini menunjukkan bahwa semua manusia lahir dalam keadaan suci dan memiliki kecenderungan untuk menerima Islam. Namun, pengaruh keluarga dan masyarakat dapat mengubah keyakinan tersebut.

d. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Ibnu Qayyim dalam Tuhfatul Maudud menjelaskan bahwa fitrah yang dimaksud dalam hadis ini adalah fitrah tauhid. Allah telah menciptakan manusia dengan kecenderungan untuk mengenal-Nya, tetapi pengaruh lingkungan dan budaya bisa membuat seseorang menyimpang dari fitrah aslinya.

e. Al-Qadhi Iyadh
Beliau menafsirkan fitrah sebagai keadaan alami manusia yang suci dan cenderung kepada kebaikan. Namun, faktor eksternal seperti keluarga, budaya, dan lingkungan dapat mempengaruhi seseorang untuk mengikuti agama atau keyakinan tertentu.

Kesimpulan
Hadis di atas menunjukkan bahwa manusia lahir dalam keadaan suci dan memiliki kecenderungan untuk mengenal kebenaran. Namun, faktor pendidikan dan lingkungan sangat berperan dalam membentuk keyakinan seseorang. Oleh karena itu, Islam menekankan pentingnya mendidik anak dengan nilai-nilai tauhid sejak kecil agar tetap berada di atas fitrah yang lurus.  
Wallohu a’lam.

Kreatifitas Santri eLKISI PDR di Klaten Jawa Tengah, Membentuk Klub Bahasa Inggris hingga Bantu Menanam Padi

0

Klaten, 26 Maret 2025 – Santri Praktik Dakwah Ramadhan (PDR) Pondok Pesantren eLKISI yang bertugas di Klaten Jawa Tengah kembali menunjukkan dedikasi mereka. Tak hanya aktif dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam pemberdayaan masyarakat.

Tidak hanya ngajir ngaji ibu-ibu dan adik-adik TPQ, santriwati eLKISI juga membentuk klub bahasa Inggris dasar dalam upaya meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris untuk adik-adik TPQ di tempat tersebut.

Klub Bahasa Inggris yang dibentuk oleh para santriwati eLKISI ini bertujuan untuk memperkenalkan dan meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dasar untuk adik-adik TPQ.

Mereka tampak ceria dan antusias mengikuti kegiatan yang di mentori oleh Zienta Vitalia Amares santri kelas 10 Sains 2 Ponpes eLKISI ini.

Keceriaan Adik-adik TPQ di Klaten Ikuti Klub Bahasa Inggris bersama Santriwati eLKISI

Tak mau kalah dengan santri putri, santri putra yang bertugas PDR di tempat tersebut juga turut andil dalam program pemberdayaan masyarakat.

Muhammad Nafi’ santri kelas 11 Sains 1 Ponpes eLKISI bersama tiga temannya turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan masyarakat, salah satunya membantu petani menanam padi.

“Saya sangat senang dengan antusiasme para santri eLKISI, mereka tak hanya aktif di kegiatan keagamaan tetapi juga aktif berkegiatan sosial salah satunya mau membantu kami menanam padi di sawah, ujar Ibu Nurhayati salah satu petani di tempat tersebut.

Santri Putra PDR eLKISI di Klaten Siap Bantu Tanam Padi di Sawah

Kegiatan ini mencerminkan semangat para santri Ponpes eLKISI untuk tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga turut serta dalam pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kemampuan yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.

Dengan adanya klub Bahasa Inggris dan keterlibatan dalam aktivitas pertanian, para santri berharap dapat memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan masyarakat sekitar dan turut serta menciptakan perubahan positif di masa depan. [jo]

Jamaah di Berbagai Daerah Puas dengan Kinerja Santri PDR Ponpes eLKISI

0

eLKISI, 24 Maret 2025 – Jamaah di berbagai daerah menyampaikan apresiasi tinggi terhadap kinerja santri yang sedang menjalani Program Praktik Dakwah Ramadhan (PDR).

Aktifitas dakwah yang dilakukan oleh santri Ponpes eLKISI ini dinilai berhasil memberikan dampak positif di tempat mereka bertugas.

Sejak awal ramadhan, Ponpes eLKISI menyebarkan 300 santrinya untuk melaksanakan Program PDR dan disebar ke berbagai daerah di dalam negeri bahkan sampai ke luar negeri (Singapura).

Kebersamaan Santri PDR eLKISI bersama wali asuh di Berbek Waru Sidoarjo

Salah seorang jamaah di daerah Waru Sidoarjo, Ibu Ida, mengungkapkan bahwa dakwah yang dilakukan oleh santri sangat berbeda.

“Mereka tidak hanya datang untuk meramaikan masjid dan mengajar anak-anak TPQ, tapi juga ikut berinteraksi sosial dengan warga sekitar. “ ujarnya.

Kehangatan santri eLKISI mengajar ngaji Ibu-ibu di Klaten Jawa Tengah

Di Klaten Jawa Tengah salah seorang jamaah Ibu Sumayyah juga mengungkapkan kebanggaanya kepada santri eLKISI yang bertugas PDR di tempatnya.

“Santri-santri yang hebat, mereka senantiasa beradab dan penuh kesabaran mengajar ngaji dan membaca Al Quran kepada kita yang usia sudah tidak muda lagi”, kata Ibu Sumayyah.

Momen buka bersama terakhir Santri eLKISI bersama Bapak-bapak jamaah di Sembung Gresik

Di Gresik, salah satu jamaah, Bapak Hidayat, mengaku sangat puas dengan kontribusi santri Ponpes eLKISI.

“Santri-santri ini datang dengan semangat dan penuh motivasi untuk belajar sekaligus berdakwah. Mereka tidak hanya menyampaikan ilmu agama, tetapi juga menunjukkan teladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Pihak Ponpes eLKISI pun menyambut baik tanggapan positif dari masyarakat. Penanggung jawab program PDR Ponpes eLKISI, Ustadz Agung Purwono, M.Pd, menyampaikan bahwa program praktek dakwah ini merupakan bagian dari misi pesantren untuk melahirkan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga mampu berkontribusi positif di masyarakat.

Santri eLKISI bersama Wali asuh di Madiun

“Harapannya, para santri ini dapat membawa perubahan yang baik di tengah masyarakat, memperkuat ukhuwah Islamiyah, dan menjaga persatuan umat,” ujar Agung Purwono.

Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat terus berkembang dan semakin banyak santri yang terlibat dalam dakwah yang membawa manfaat bagi masyarakat. [jo]