Home Blog Page 17

Menjadi sekolah paling literal, SMA eLKISI mendapat Penghargaan

Alhamdulillah, kabar baik untuk SMA eLKISI Mojokerto. Berkat buku karya santri yang diterbitkan beberapa hari yang lalu, SMA eLKISI Mojokerto mendapat penghargaan dari Cabang Dinas Pendidikan Mojokerto sebagai sekolah paling Literal.

Melalu prestasi itu, pihak Cabang Dinas Pendidikan Kab/Kota Mojokerto memberikan jatah satu stan untuk “pameran” hasil literasi sekaligus meminta para penulis dari SMA eLKISI Mojokerto turut hadir dalam rangka mensosialisasikan gerakan literasi. Kegiatan in syaa Allah diselenggarakan pada Jumat 15 Nopember 2019 hari ini. (adm)

Sebelum Berangkat ke Sudan, Dua Santriwati Ma’had eLKISI Luncurkan Buku

Mojokerto (SI Online)-Bertepatan dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, Ma’had eLKISI Mojokerto menggelar acara istimewa. Islamic Center pimpinan KH Fathur Rohman ini meluncurkan dua buku karya santriwatinya pada Sabtu, 9 November 2019.

Buku karya dua santriwati itu berjudul Mager (Muslim Anti Galau Generation) gubahan Faradilla Awwaluna Musyaffa’ dan Move on from Jahiliyah Move in to Jannah yang ditulis Nailul Muwafaqoh.

Kedua penulis adalah santri yang baru lulus dari SMA eLKISI.

Naskah buku yang disusun untuk memenuhi syarat kelulusan itu diterbitkan atas rekomendasi Dosen ITS Lukman Noerochim PhD, dan Akademisi Universitas Airlangga, Titien Diah S.

Peluncuran berlangsung di Aula eLKISI, dihadiri para santri SMA, ustadz dan ustadzah, pengurus yayasan, dan orangtua santri serta tamu undangan.

Dalam presentasinya, Faradilla Awwaluna Musyaffa mengatakan, ia mampu menulis karena suka membaca.

“Dengan membaca, kita memiliki koleksi kata-kata yang memudahkan untuk menulis,” kata gadis 17 tahun asal Surabaya ini.

Fara mengungkapkan, dalam menyusun buku pertamanya ini, ia harus menempuh
perjuangan berat.

”Laptop saya sampai rusak, jadi harus bolak-balik ke warnet. Pernah saya harus bepergian 22 km untuk urusan menulis ini,” papar dara yang biasa menulis di laman media sosial.

Tentang bukunya, Fara menyatakan bahwa kegalauan yang melanda manusia solusinya ”di langit”. Yakni kembali pada Allah SWT dan tuntunan agama Islam.

”Islam solusi terbaik untuk mengobati kegalauan,” tandasnya.

Tidak kalah pintar dalam bertutur kata, Nailul Muwafaqoh mempresentasikan bukunya dengan pede bingitz.

Gadis 18 tahun asal Gresik ini menyatakan, yang terberat setelah hijrah adalah istiqomah.

”Salah satu tantangan hijrah adalah dikatai sok suci, sok ustazah, dan lain-lain. Kita balas saja, jangan sok maksiat, jangan sok pendosa dong,” tutur Nailul yang mengaku pernah mengalami kehidupan dunia jahiliyah.

Setelah berhijrah, ia sangat menyesalkan masa lalunya.

”Jika waktu bisa diputar, Saya ingin mondok di eLKISI sejak dini,” ujarnya.

Kepada adik-adik kelasnya di Ma’had ia berpesan, jangan malas, jangan futur, dan jangan nyalahin setan. ”Karena tugas setan memang menyesatkan. Tinggal kita yang harus berkomitmen untuk istiqomah setelah berhijrah,” tandasnya.

Dalam sambutannya, Kepala Cabang Dinas Kemendiknas Taufik, memberikan apresiasi tinggi untuk kedua santri dari generasi milenial.

Sedangkan Lukman Noerochim mengatakan, kedua buku merupakan legacy (jejak) kedua santri yang akan melanjutkan pendidikan ke Afrika.

Menurut Wakil Direktur Ma’had eLKISI, Ustadz Ainur Rofiq Lc, Fara dan Nailul mendapat beasiswa untuk kuliah di Universitas Internasional Afrika di Sudan.

”Kedua santri bersama rekannya Thomas Alka, akan berangkat ke Sudan pekan depan,” ujarnya.

Rep: Bowo

Sumber berita: https://suaraislam.id/sebelum-berangkat-ke-sudan-dua-santriwati-mahad-elkisi-luncurkan-buku/?fbclid=IwAR22wppMFbvUT8eYXwwSV7VETlcIuppVPoUYb33mNt4BtFnEDSzGPtaNAEU

Launching Buku “Move on Jahiliyah” Karya Santri eLKISI

Satu lagi buku karya Santriwati kelas XII SMA eLKISI yang in syaa Allah akan juga dilaunching pada 9 Nopember 2019 adalah berjudul Move on from Jahiliyah, Move in to Jannah karya NAILUL MUWAFAQOH.

Buku yang ditulis oleh santriwati asal Banyutengah, Panceng Gresik putri dari pasangan Ahmad Yasa’ dan Husna ini merupakan karya penuh inspirasi yang banyak berbicara tentang pengalaman perjalanan hijrah si Penulis. Sangat bermanfaat untuk para milenial yang ingin meniti jalan hijrah.

Seperti halnya buku MAGER (Karya Faradhillah A), buku ini telah lulus uji dan dirokemendasi oleh para penulis dan akademisi pada Ujian Bedah Buku kelas 12 SMA eLKISI.

Dan yang menarik, kedua penulis adalah 2 dari 3 santri eLKISI yang mendapat beasiswa kuliah di UIA Sudan Afrika, yang in syaa Allah besok tanggal 12 Nopember 2019 akan diberangkatkan ke Sudan.

Kenclengan Surga Dari Sisa Belanja

Kenclengan Surga dari Sisa Belanja Baitul Maal eLKISI

KENCLENGAN SURGA
“Dari Sisa Belanja”

Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam bersabda: _Jangan sesekali meremehkan kebaikan sekecil apapun. (HR. Muslim)

Menyisihkan sisa uang belanja atau jajan biarpun Rp 1000 atau bahkan 500 setiap hari untuk dimasukkan ke “KENCLENGAN SURGA” tentunya sangat bermanfaat buat masa depan kita di akhirat. Karena setiap orang berada dalam lindungan sedekahnya. Maka istiqomahlah bersedekah.

Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Masing-masing orang berada dalam naungan sedekahnya (HR. Ibnu Hibban dan Hakim)

Baitul Maal eLKISI menfasilitasi Bapak/Ibu/Saudara semua yang ingin bersedekah dan wakaf untuk pesantren, masjid dan kemashlahatan ummat dengan menyisikan sisa belanja harian untuk dimasukkan ke kencelengan, dan kami ambil pada setiap bulannya, in syaa Allah.

Monggo, yang berminat bisa menghubungi Kantor layanan Baitul Maal eLKISI. Atau nomor kontak 081218768485 (in syaa Allah siap melayani jemput wakaf & sedekah)

Alamat:
Jl. Mojosari Trawas km8, Kemuning, Mojorejo, Pungging Mojokerto Kode Pos 61384

Segera! Launching Buku “MAGER” Karya Santri eLKISI

Buah dari program wajib menulis bagi santri Kelas XII SMA eLKISI. Santriwati FARADILLA AWWALUNA MUSYAFFA’ berhasil menulis sebuah karya buku yang berjudul ‘MAGER’ (Muslim Anti Galau Generation), sebuah buku motivasi yang layak dibaca oleh masyarakat umum terutama para generasi muda.

Buku karya anak dari Bapak Achmad Kholik asal Sumbersekar Dau Malang ini akan dilaunching pada tanggal 9 Nopember besok, setelah direkom untuk diterbitkan oleh para penulis dan dosen dari Universitas ternama di Indonesia saat ujian akhir terbuka bedah buku beberapa waktu lalu.

Tugas Kita, Sebelum Anak Mumayyiz

Oleh : Mohammad Fauzil Adhim (Pakar Parenting Nasional)

Apa pentingnya masa mumayyiz? Ia sangat menentukan arah perkembangan anak-anak kita saat memasuki ‘aqil baligh, apa mereka akan menjadi pemuda yang memiliki arah hidup nan jelas dan kokoh serta berkomitmen terhadapnya, ataukah menjadi remaja yang mudah terombang-ambing sehingga banyak menyita waktu, tenaga, pikiran dan perhatian orangtua disebabkan kerentanannya terhadap masalah.

Begitu ‘aqil baligh, anak seharusnya menjadi seorang fatan (فَتًۭى), yakni remaja atau pemuda dengan arah hidup yang jelas, berani bersikap, tidak ragu menyuarakan kebenaran serta mempunyai pendirian yang kokoh. Ia memiliki komitmen yang kuat, tak takut menunjukkan sikapnya meskipun tak ada yang berpihak kepada apa yang diyakininya. Fatan merupakan bagian dari masa pemuda (الشباب), masa dimana puncak kemampuan, kecakapan, semangat, keberanian dan ketangguhan berkumpul pada diri seseorang. Ini merupakan sebaik-baik masa sehingga mereka tampil sebagai sosok asyudda (أَشُدَّ) dimana berbagai kebaikan berada pada puncaknya. Tetapi jika mereka tidak kita siapkan dengan baik, masa masa-masa ini justru menjadi cabang kegilaan ketika tindakan ngawur, melanggar hukum, akhlak yang rusak dan berbagai hal menyimpang lainnya justru tampil menonjol dalam diri mereka.

Mahlab bin Abi-Shafrah berkata:

الشَّبَابُ شُعْبَةٌ مِنَ الْجُنُوْنِ

“Remaja (masa muda) kadang menjadi cabang dari kegilaan.”

Ibrahim ‘alaihissalaam merupakan sebaik-baik contoh seorang fatan (remaja utama). Allah Ta’ala berfirman, “قَالُوا۟ سَمِعْنَا فَتًۭى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُۥٓ إِبْرَٰهِيمُ. Mereka berkata: ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim’.” (QS. Al-Anbiya, 21: 60).

Fatan (فَتًۭى) juga memiliki kandungan makna mudah menerima kebenaran, cenderung kepada apa yang benar. Ini dekat sekali dengan fatwa. Mudah menerima kebenaran berarti anak memiliki kesiapan untuk menyambutnya. Bukan mudah ikut-ikutan dimana anak mudah terpengaruh oleh kebaikan maupun keburukan.

Lalu apa yang perlu kita lakukan agar masa muda anak-anak kita tidak menjadi masa penuh gejolak, terombang-ambing, berontak, lari dari orangtua dan hal-hal buruk yang semisal itu? Menyiapkannya agar mereka memiliki arah yang jelas, komitmen yang kuat serta identitas diri yang matang. Kapan kita melakukannya? Yang paling penting adalah masa-masa sebelum mumayyiz untuk mempersiapkan mereka agar benar-benar memiliki tamyiz yang kuat dan baik tepat pada waktunya. Agama kita, Islam, menuntut kita agar anak-anak mencapai tamyiz (selambatnya) di usia 7 tahun. Di usia inilah kita mulai dapat memerintahkan anak mengerjakan shalat.

Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَلاَةِ إذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَ إذا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا

“Perintahkanlah anakmu shalat apabila mereka telah berumur tujuh tahun. Dan jika mereka telah berusia sepuluh tahun, pukullah mereka (jika tidak shalat).” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ad-Darimi, dll).

Apa konsekuensi perintah ini? Pertama, menyiapkan anak agar sebelum usia 7 tahun telah memiliki kecintaan terhadap apa yang akan diperintahkan, yakni shalat. Cinta itu berbeda dengan kebiasaan. Anak yang terbiasa melakukan setiap hari boleh jadi tidak mencintai sama sekali. Kedua, perintah Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam kepada kita adalah perintah untuk memerintah. Ini menunjukkan bahwa pada kalimat perintah ada kebaikan. Karena itu kita perlu mengilmui. Ketiga, menyiapkan anak agar memiliki bekal yang cukup sehingga ketika usia 10 tahun tidak mengerjakan shalat, anak memang telah dapat dikenai hukuman. Apa yang menyebabkan seseorang dapat dikenai hukuman? Apabila ia telah memiliki ilmu yang terkait dengannya.

Secara ringkas, berikut ini yang perlu kita lakukan pada anak-anak sebelum mereka mumayyiz. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menolong kita.

Menanamkan Kecintaan terhadap Kebaikan

Apakah cinta itu? Bertemunya tiga hal, yakni meyakini sebagai kebaikan, kemauan yang kuat terhadapnya serta komitmen yang besar. Meyakini sebagai kebaikan akan melahirkan kebanggaan terhadapnya, bukan membanggakan diri sendiri, sehingga orang bersemangat terhadapnya, baik membicarakan maupun melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
Inilah yang perlu kita tanamkan pada anak-anak sebelum mumayyiz. Kita tanamkan cinta pada diri mereka terhadap kebaikan, khususnya berkait dengan ibadah. Kita kobarkan cinta mereka dengan membangun keyakinan bahwa syariat ini sempurna dan pasti baik. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kalamuLlah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Berbahagialah yang dapat memperoleh petunjuk dari keduanya.

Satu hal yang perlu kita ingat, keyakinan sangat berbeda dengan pengetahuan dan pemahaman, sebagaimana cinta tidak sama dengan terbiasa. Bahkan terbiasa melakukan tidak serta merta membentuk kebiasaan (habit). Betapa banyak anak-anak yang telah terbiasa melakukan praktek ibadah, bahkan sebelum waktunya. Tetapi ketika telah tiba masanya untuk bersemangat, gairah mengerjakannya seolah padam.

Apa yang menumbuhkan kecintaan? Bercermin pada riwayat shahih yang sampai kepada kita, di antara jalan untuk menumbuhkan kecintaan kepada ibadah itu ialah, memberi pengalaman berharga dan mengesankan pada diri anak-anak. Tengoklah, betapa senangnya cucu Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa salam menaiki leher kakeknya tatkala sedang shalat; betapa Umamah binti Zainab digendong oleh Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam sembari tetap melaksanakan shalat. Dan dua kisah ini hanyalah sekedar contoh di antara berbagai contoh lainnya.

Sebagian orang tergesa-gesa sehingga menyuruh anak shalat sebelum usia tujuh tahun. Bahkan ada yang melampaui batas, yakni mewajibkan anak shalat Dhuha yang bagi orang dewasa saja sunnah. Alasannya? Menumbuhkan kebiasaan. Padahal kebiasaan tanpa kecintaan akan kering dan mudah pudar.

Tak jarang, orangtua maupun pendidik memaksa anak mengerjakan shalat, termasuk shalat sunnah, sebelum mumayyiz. Padahal pemaksaan itu, baik secara halus maupun kasar, justru dapat menimbulkan karahah (kebencian) yang bentuk ringannya adalah malas, enggan.

Menumbuhkan Tamyiz

Apakah yang dimaksud dengan tamyiz? Banyak penjelasan, tetapi pada pokoknya adalah kemampuan membedakan, dalam hal ini membedakan benar dan salah serta baik dan buruk dengan akalnya. Mampu membedakan sangat berbeda dengan mengetahui perbedaan. Mampu membedakan menunjukkan adanya pengerahan kemampuan berpikir untuk menentukan nilai atau kedudukan sesuatu.

Apa yang kita perlukan untuk berpikir? Sekurang-kurangnya ada dua hal, yakni menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya untuk menilai sesuatu serta mendayagunakan akal untuk menemukan prinsip-prinsip.

Rumit? Sebagaimana pengetahuan, kemampuan berpikir juga bertingkat-tingkat. Kemampuan tamyiz seseorang juga demikian. Tetapi jika tidak kita persiapkan maka anak tidak akan memilikinya, kecuali sangat terbatas, meskipun usia sudah 10 tahun dan bahkan lebih. Maka ada orang yang usianya sudah dewasa, tetapi ia termasuk ghair mumayyiz (orang yang tidak memiliki tamyiz).

Jadi, apa yang perlu kita berikan kepada anak? Pertama, keyakinan berlandaskan ilmu tentang kebenaran dan kebaikan. Kedua, kemauan kepada agama, kebaikan dan ilmu. Ketiga, merangsang kemampuan anak untuk berpikir sehingga mampu membedakan benar dan salah serta baik dan buruk dengan akalnya. Ini secara bertahap kita arahkan untuk mulai belajar menilai mana yang penting dan mana yang tidak penting.

Satu hal lagi, disebut tamyiz apabila ia mengenal (‘arafah) kebenaran dan kebaikan. Kata ‘arafah menunjukkan bahwa unsurnya bukan hanya mengetahui, melainkan ada idrak (kesadaran yang menggerakkan kemauan) terhadapnya.

Nah. Inilah yang sangat penting. Inilah tugas kita, para orangtua maupun guru TK untuk menyiapkannya.

Yayasan eLKISI

Nama Yayasan
Nomor SK

Status Kepemilikan

: Yayasan eLKISI
: SK MENKUNHAM RI No: AHU-3157
AH 01.04 TAHUN 2014
: Milik Jama’ah/Ummat

Visi dan Misi

pembelajaran di luar kelas santri ponpes elkisi

VISI
———————————————————————————————–
“Mewujudkan pesantren modern yang bermanhaj Al Qur’an dan As Sunnah, serta berbasis edukasi dan sosial keummatan”

MISI
———————————————————————————————–
“Menyiapkan kader yang beraqidah salimah, berakhlaqul karimah dan bermanfaat bagi ummat serta berdaya saing global”

MOTTO
———————————————————————————————–
“Pesantren berbasis edukasi dan sosial keummatan”

SLOGAN
———————————————————————————————–
“Pesantrennya santri beradab, penghafal Al Qur’an dan Al Hadits”

eLKISI Berdiri Dari Ummat untuk Ummat

bangunan pertama ponpes elkisi

Pondok Pesantren Islamic Center eLKISI berdiri seiring semakin kompleksnya problematika keummatan di negeri ini, seperti kuatnya pendidikan sekuler dan materialistik pada kerusakan aqidah, dekadensi akhlak hingga minimnya penyeru kebaikan.

eLKISI sebagai pesantren yang berbasis edukasi dan sosial keummatan, sejak beridirinya pada tahun 2010 silam, ingin lebih berperan aktif dalam proses kaderisasi ummat tanpa meninggalkan peran penting lainnya, yakni sosial keummatan.

Berdiri diatas lahan kurang lebih 12 hektar hasil dari infaq dan wakaf para jamaah, eLKISI kini mempunyai santri lebih 800 orang yang berbasal dari jawa dan luar jawa. Ke depan, dengan mengharap pertolongan Allah SWT semata eLKISI bertekad menjadi mercusuar lembaga pendidikan islam di negeri tercinta ini dengan banyak memberi kemanfaatan bagi ummat. Karena eLKISI terlahir dari ummat dan untuk ummat.

Wallohul musta’an

Penampakan ponpes elkisi saat ini

Buku Cahaya Adab Adab Islami

udul  : Cahaya Adab-Adab Islami
Penulis  : Fathur Rohman, dan
                 Ainur Rofiq
Penerbit  : eLKISI
Tebal  : 378 halaman, 
Ukuran  : 160 mm x 230 mm, 
ISBN  : 978-602-6382-07-8, 
Cet 1   : Juli 2019
Harga  : Rp 70.000,-

SEKILAS DESKRIPSI BUKU

Ajaran Islam secara keseluruhan mengandung kebaikan bagi setiap Muslim, baik dalam urusan dunia maupun agamanya. Islam memerintahkan setiap perkara yang membawa kebaikan bagi seorang Muslim baik pada badan, akal, agama, harta, kesehatan maupun lainnya. Oleh sebab itu, siapa yang menerapkan ajaran Islam niscaya akan menjadi baiklah kehidupannya di dunia dan di akhirat, ia akan menjadi orang-orang yang beruntung. Dan pada saat yang sama, sesungguhnya diapun telah beradab dengan adab Islam, karena adab Islam merupakan buah dari penerapan syariat dalam kehidupan sehari-hari.

Buku ilmiyah ini sangat cocok sebagai panduan setiap muslim, termasuk juga orang tua dalam mendidik karakter anaknya atau guru kepada muridnya. Buku ini -In syaa Allah- juga sangat layak dikaji di majelis-majelis ta’lim dan sebagai materi pelajaran adab di pesantren dan sekolah.

Terdiri dari 24 bagian adab, dijelaskan dalam buku ini, bagaimana seharusnya seorang muslim bertutur dan berperilaku dalam keseharian sesuai adab-adab yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan juga para salaful ummah dalam banyak aspek kehidupan. Yakni mencakup hubungan dengan Allah, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan antar sesama hamba. Seperti adab saat membaca dan menghafal al Qur’an, saat menuntut ilmu, saat bermajelis, adab terhadap orang tua dan guru, adab saat makan dan minum, tidur, bersin, menguap, berbicara, tertawa, bergaul, bercanda, minta izin, saat bermedia social dan adab-adab lainnya. 

Kelebihan buku ini, Pembahasan adab disajikan dengan sistematis melalui sub-sub bab untuk mudah difahami dan diingat. Dan semua materi dan pembahasan dalam buku ini dipaparkan berdasar dalil-dalil dari al Qur’an dan as Sunnah, serta ‘urf yang telah disepakati oleh para ulama’. Selain juga, seluruh keuntungan dari penjualan buku untuk pembangunan masjid dan pesantren eLKISI.

Kesempatan Latihan Dakwah Di Singapura

Sepuluh Santri eLKISI diberikan kesempatan untuk belajar dan latihan berda’wah di Singapura pada Ramadhan yang akan datang. Demikian disampaikan Ust. Abdul Hakeem kepada direktur eLKISI usai menguji para santri. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Program Rutin Ma’had eLKISI Mojokerto pada bulan ramadhan yaitu mengirim santri ke daerah-daerah pelosok seluruh indonesia dan juga luar negeri untuk melaksanakan program Praktek Dakwah Ramadhan (PDR). Santri-santri terbaiklah yang akan menikmati praktek dakwah ramadhan di luar negeri (singapura). Mereka disana akan belajar tentang banyak hal terutama tentang perkembangan islam di negeri tersebut. (Red)

Hijrah, Tak Mudah tapi Berlimpah Hikmah

Oleh Syamsul Arif,
Pendidik di Ponpes eLKISI Mojokerto

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al-Baqarah [2]: 216).

Tergugah Khutbah  
Islam agama yang sempurna. Semua aspek di kehidupan manusia sudah diatur lengkap. Misal, ada perintah shalat, puasa, zakat, infaq, dan lain-lain. Juga, ada larangan –antara lain- mencuri, berzina, dan memakan harta riba. 

Dalam Islam, riba sangat terlarang. Untuk itu, kita harus menjauhi dan bahkan meninggalkannya. Di titik ini, insya-Allah saya punya pengalaman yang semoga bermanfaat jika kita baca bersama. Bahwa, dulu saya memutuskan untuk hijrah –meninggalkan- dari keterkaitan diri dengan riba. Hijrah menuju kehidupan yang –insya-Allah- diridhai-Nya.

Alkisah, sejak 1996 saya menjadi karyawan sebuah Bank yang cukup terkemuka, di Surabaya. Si suatu Jum’at, sekitar November 2006, saya ada pertemuan dengan nasabah di salah satu hotel di Surabaya. Saat shalat Jum’at, saya berjamaah di masjid hotel tersebut. Sementara, yang menjadi khotib kala itu adalah Ustadz Suherman Rosyidi, dosen FEB Unair Departemen Ekonomi Syari’ah.

Dalam khutbahnya, beliau menerangkan tentang haramnya riba. Termasuk gaji yang diperoleh dari bekerja di bank konvensional adalah riba. Pelaku riba yang ikut menanggung dosa adalah pemberi riba, pemakan riba, pencatat riba, dan saksi riba. 

Merinding saya saat mendengar khutbah tersebut. Apa riba? Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sementara, secara istilah, riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam.

Dalam hati, saya lalu bertanya-tanya: Apakah selama ini saya menghidupi diri dan keluarga dengan harta riba? Maka, pantaskah saya mengharap surga-Nya kelak?

Sebelum meninggalkan tempat shalat Jum’at, saya memberanikan diri bertemu dengan Ustadz Suherman sekaligus meminta saran, apa yang harus saya lakukan. Dengan tersenyum beliau menjawab, “Anda harus berhijrah, dengan segala macam konsekuensinya. Tapi yakinlah, siapa yang lurus di Jalan Allah, pasti Dia akan menunjukkan jalan keluar yang terbaik”.

Setelah itu, hampir satu tahun saya mengalami beban yang cukup berat, bahkan bisa dikatakan stress. Saat itu, ada dua pilihan sulit yaitu meninggalkan pekerjaan yang tergolong riba tetapi belum ada pekerjaan yang baru, atau tetap bertahan namun beresiko dosa. Akibatnya, empat kali dalam setahun saya harus opname di Rumah Sakit. Penyakitnya sama, yaitu infeksi lambung. Dokter mengatakan, saya stress. Obatnya, harus menghindari penyebab stress tersebut. 

Singkat cerita, di awal tahun 2008 saya memutuskan untuk mundur dari pekerjaan di Bank. Selanjutnya saya berwirausaha, beternak itik. Awalnya hasil yang diperoleh cukup memuaskan, tidak kalah dengan saat saya masih berstatus sebagai karyawan Bank. 

Hidup memang tak selalu bisa kita duga arahnya. Allah memberi ujian kepada saya. Di daerah tempat saya beternak terkena banjir dan angin kencang. Hal itu, merobohkan pohon dan menimpa kandang itik saya. Saya rugi puluhan juta rupiah. Semua saya kembalikan kepada Allah, dengan bersabar.

Mencoba untuk tidak berputus-asa, dengan dibantu istri, kemudian saya membuka usaha toko dan bimbingan belajar di rumah. Di samping itu, saya juga mengajar Al-Qur’an, juga di rumah. Dengan usaha itu, cukuplah rezeki saya. Lebih dari itu, usaha saya makin berkembang.

Pada 2011, saya harus mencarikan lembaga pendidikan lanjutan untuk putri pertama yang baru lulus Sekolah Dasar. Beberapa pesantren sudah kami tiliki, namun tidak ada satupun yang dipilih oleh putri saya. 

Sampai suatu ketika, saya mendapatkan brosur sebuah lembaga yang masih sangat baru, Pondok Pesantren Islamic Center eLKISI, tak jauh dari Trawas Mojokerto. Sayapun lalu mengajak putri saya untuk mengunjungi Pesantren tersebut. Dari jalan raya, sepanjang sekitar 1 Km untuk sampai di lokasi, harus melewati jalan makadam. 

Meski tergolong baru, Pondok inilah yang dipilih putri saya dengan alasan tempatnya nyaman untuk belajar. Alhasil, putri saya menjadi angkatan pertama santri yang mondok di situ. Saya –yang tinggal di Sidoarjo- lalu rutin, satu atau dua pekan sekali, mengunjungi putri saya.

Sering datang ke pondok, berbuah hikmah yaitu saya semakin akrab dengan para ustadz di sana. Saya lalu mendapatkan tawaran untuk mengajar di Pondok, setelah mereka tahu kalau saya juga mengajar walaupun tidak di sekolah formal. 

Mulailah saya mengajar. Saat itu jumlah santrinya masih sedikit, sehingga saya hanya mengajar dua kali dalam sepekan. Pagi berangkat ke Pondok dan sore hari kembali ke rumah dengan jarak sekitar 35 Km. 

Di pertengahan 2014, saya lalu mendapatkan amanah menjadi Kepala SMA yang baru saja didirikan di Pondok tersebut. Tugas dan amanah baru inilah yang kemudian membuat saya mengambil keputusan untuk tinggal di Pondok, bersama keluarga.

Bersyukur, saya bisa berkumpul di lingkungan pesantren, yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hidup di Pondok, banyak amaliyah yang relatif mudah untuk dikerjakan secara istiqomah, antara lain: Shalat fardlu selalu tepat waktu dan berjamaah, murojaah Al-Qur’an, menimba ilmu, serta tahajjud. 

Dulu, saat di Bank, pagi-pagi sudah berangkat kerja dan pulang sudah larut malam. Sekarang, telah berubah. Begitu indah skenario Allah bagi hamba yang mau menempuh syariat-Nya. Tapi, proses dari “dulu” menjadi “sekarang”, memang tidak mudah. Proses meninggalkan kehidupan yang bisa dikatakan sudah berada pada “zona nyaman” menuju ke “zona qanaah”, penuh ujian. 

Terbaik, Terbaik!
Sungguh, melakukan hijrah dari sesuatu yang dilarang oleh Allah menuju perbuatan yang diridhai-Nya, sering tidak berjalan dengan mulus. Dalam menempuhnya, akan banyak ujian yang harus kita hadapi. Tapi yakinlah, dengan sabar dan tawakkal, Allah pasti akan menunjukkan jalan terbaik untuk kita. Maka, jangan ragu-ragu untuk berhijrah, sebab di sana banyak hikmah