Martabat Belajar Ilmu Ad-dien
Oleh : Ainur Rofiq*
Dari dari Abu Waqid al Laiitsy, Rosululloh ﷺ bersabda:
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا وَأَمَّا الآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُم ْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللهِ ﷺ قَالَ : أَلاَ أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ الثَّلاَثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْه
“Abu Waqid al-Laitsi mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ , duduk di masjid bersama orang-orang, tiba-tiba datang tiga orang. Dua orang menghadap kepada Rasulullah ﷺ . dan seorang (lagi) pergi. Dua orang itu berhenti pada ﷺ , yang seorang duduk di belakang mereka, dan yang ketiga berpaling, pergi. Ketika Rasulullah ﷺ . selesai, beliau bersabda, “Maukah saya beritakan tentang tiga orang. Yaitu, salah seorang di antara mereka berlindung kepada Allah, maka Allah melindunginya; yang seorang lagi malu, maka Allah malu terhadapnya; dan yang lain lagi berpaling, maka Allah berpaling darinya.” (HR. Bukhori)
Faidah Hadits
Rosululloh ﷺ mengklasifikasikan derajat orang yang belajar Dien (agama) menjadi 3, yaitu:
- Mengambil duduk paling dekat dalam majelis ilmu
Artinya: orang yang bersemangat mempelajari ilmu, maka Alloh mendekatkan dia dengan rahmat-Nya baik anugerah pahala, ampunan dosa-dosa, difahamkan terhadap Dien, serta dimudahkan baginya jalan menuju surga. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا
سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang meniti suatu jalan yang
ia mencari padanya suatu ilmu (agama), maka Alloh memudahkan baginya dengan
(ilmu tersebut) suatu jalan menuju surga” (HR. Muslim dari Abu Huroiroh)
- Mengambil duduk di bagian belakang majlis ilmu karena malu-malu
Artinya: Kurang bersemangat mempelajari ilmu. Terhadap orang ini, Alloh Ta’ala malu memberikan rahmat-Nya pada dia. Sebagaimana Alloh ta’ala mensifatkan orang yang senang mencari shof sholat bagian belakang/akhir, maka Alloh pun mengakhirkan dia dari rahmat-Nya. Seperti sabda Rasulullah ﷺ ketika melihat sahabat-sahabatnya datang terlambat pada sholat jama’ah:
تَقَدَّمُوا فَائْتَمُّوا بِى
وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْ بَعْدَكُمْ لاَ يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمُ
اللَّهُ
“Majulah
kalian, lalu ikutilah aku. Dan hendaklah orang yang di belakangmu mengikutimu.
(dan) tidaklah henti-hentinya suatu kaum yang berakhir-akhir dalam shof sehingga Alloh mengakhirkannya (dari
rahmat-Nya)” (HR. Muslim dari Abu Sa’id al Khudzri)
- Pergi meninggalkan majlis ilmu
karena enggan mempelajarinya
Orang tersebut telah berpaling dari Allah, Maka Allah pun berpaling darinya. Alah Ta’ala telah menyediakan baginya 2 adzab, yakni di dunia dan Akhirat. Firman Allah Ta’ala dalam surat Ta ha:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى 124 قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا 125 قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى 126
(124)
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta”. (125) Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang
melihat?” (126) Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu
ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu
pun dilupakan”.
- Tidak diperbolehkan “Itsar” (mendahulukan orang lain dari
dirinya) dalam beribadah dan taqorrub ilalloh. Sebagaimana dalam Qoidah Fiqh:
الإِيْثَارُ فِى اْلقُرْبِ مَكْرُوْهٌ
“Itsar” dalam hal ibadah adalah dibenci”
Dalam hal menyusun shof misalnya. seseorang yang
mengatakan “silahkan anda menempati shof yang depan saja, biar saya di
belakang”. Ini tidak diperbolehkan. Karena ia seharusnya berlomba-lomba
mendapatkan shof terdepan karena keutamaannya, sebagaimana yang banyak tersebut
dalam beberapa hadits shohih.
Adapun sebaliknya, “Itsar” dalam hal yang lain
(duniawi) lebih dicintai. Seperti orang yang lebih mengutamakan memberi
makanan pada orang lain yang lebih kelaparan dari pada dirinya. Sungguh para
sahabat Nabi adalah orang yang Itsar dalam urusan duniawi sebagaimana yang
disebutkan Alloh Ta’ala:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ
كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ … 9
“Dan
mereka (Sahabat Anshor) mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka
sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)…” (QS. Al
Hasyr : 9)
*Pendidik di Pondok Pesantren Islamic Center eLKISI dan Dosen The eLKISI Institute